"makalah request"
A.) Pendahuluan
“Apakah hukum Tahlilan itu? Tahlilah itu sunnah nabi atau tradisi masyarakat kita?Boleh atau tidak?Jika tidak, Bukankah tahlilan merupakan asimilasi budaya lokal yang dimasukkan ajaran islam sebagai media dakwah para penyebar Islam di indonesia untuk menyebarkan islam pada zaman hindu-budha?”. Pasti sering kita dengar pertanyaan tersebut disekitar kita. Tahlilan hanyalah salah satu dari permasalahan yang kadang sebagian orang mengganggapnya sepele tapi bagi sebagian orang hal itu merupakan permasalahan yang serius.
Selain Tahlilan dalam masyarakat kita ada yang namanya sekaten (peringatan maulid nabi Muhammad SAW) di yogyakarta. Istilah Sekaten berasal dari kata syahadatain, yaitu dua kalimat syahadat. Pada tanggal 5 bulan Maulud, kedua perangkat gamelan, Kyai Nogowilogo dan Kyai Gunturmadu, dikeluarkan dari tempat penyimpanannya di bangsal Sri Manganti, ke Bangsal Ponconiti yang terletak di Kemandungan Utara (Keben) dan pada sore harinya mulai dibunyikan di tempat ini. Antara pukul 23.00 hingga pukul 24.00 kedua perangkat gamelan tersebut dipindahkan ke halaman Masjid Agung Yogyakarta, iring - iringan abdi dalem jajar, disertai pengawal prajurit Kraton berseragam lengkap.
Pada umumnya, masyarakat Yogyakarta dan sekitarnya berkeyakinan bahwa dengan turut berpartisipasi merayakan hari kelahiran Nabi Muhammad S.A.W. ini yang bersangkutan akan mendapat imbalan pahala dari Yang Maha Kuasa, dan dianugrahi awet muda. Sebagai “Srono” (Syarat) nya, mereka harus menguyah sirih di halaman Masjid Agung, terutama pada hari pertama dimulainya perayaan sekaten.
Puncak perayaan Sekaten disebut Gerebeg Mulud. diselenggarakan pada hari keduabelas bulan Mulud kalender Jawa. Festival ini dimulai pada pukul 7.30 pagi, didahului oleh parade pengawal kerajaan yang terdiri dari 10 unit: Wirobrojo, Daeng, Patangpuluh, Jogokaryo,Prawirotomo, Nyutro, Ketanggung, Mantrijeron, Surokarso, dan Bugis. Setiap unit mempunyai seragam masing-masing. Parade dimulai dari halaman utara Kemandungan kraton, kemudian melewati siti hinggil menuju Pagelaran, dan selanjutnya menuju alun2 utara .
Selain permasalahan tradisi diatas ada lagi permasalahn yang muncul, seperti mengenai pakaian. Ada sebagian kalangan atau golongan atau anggota jamaah tabligh akbar yang menggunakan pakaian seperti pakaian orang arab dan mereka menganggap itu adalah sunnah nabi, dan menganggap orang yang tidak berpakaian seperti golongan mereka maka orang tersebut tidak mengikuti sunnah nabi.
Dalam sektor pendidikan-pun ada sebagian kalangan yang berpendapat bahwa kitab-kitab kuning yang diajarkan dipesantren merupakan ilmu yang wajib dipelajari bagi umat islam dan mereka tidak menerima adanya ilmu baru selain ilmu yang telah diajarkan oleh para ahlussunnah dan sesuai sunnah nabi.
Banyak sekali permasalahan yang muncul di masyarakat mengenai tradisi dan sunnah nabi. Jika kita tengok permasalahn masalah tradisi-tradisi diatas timbul atau hasil karya dari adanya paham islam tradisionalis. Untuk mengetahui apakah tradisi-tradisi tersebut dibenarkan dalam islam dan apakah tradisi-tradisi tersebut merupakan sunnah nabi? Atau apakah tradisi-tradisi tersebut juga sesuai dengan ketentuan paham islam tradisionalis atau telah menyeleweng dari kaidah islam tradisionalis? Untuk menjawab pertanyaan ini semua, maka kita harus memahami konsep dari pemikiran islam tradisional terlebih dahulu.
Dalam makalah ini akan dibahas mengenai pengertian islam tradisionalis, sejarah perkembangan dan pertumbuhan islam tradisionalis, ciri-ciri (corak pemikiran) islam tradisionalis, perkembangan islam tradisionalis serta bagaimana seharusnya kita menyikapi terhadap pemikiran islam tradisionalis..
B.) Pembahasan
1. Pengertian Islam tradisionalis
a. Pengertian tradisi secara terminologis
Secara terminologis perkataan tradisi mengandung suatu pengertian tersembunyi tentang adanya kaitan antara masa lalu dengan masa kini. Ia menunjuk kepada sesuatu yang diwariskan oleh masa lalu, tetapi masih berwujud dan berfungsi pada masa sekarang. Sewaktu orang berbicara tentang tradisi islam atau tradisi kristen secara tidak sadar ia sedang menyebut serangkaian ajaran atau doktrin yang dikembangkan ratusan atau ribuan tahun yang lalu tetapi masih hadir dan malahan tetap berfungsi sebagai pedoman dari kehidupan sosial pada masa kini. Ajaran Islam maupun kristen tersebut masih berfungsi hingga saat ini, karena adanya proses pewarisan sejak awal berdirinya, melewati berbagai kurun generasi dan diterima oleh generasi sekarang. Oleh karena itulah tradisi dalam pengertian yang paling elementer adalah sesuatu yang ditransmisikan atau diwariskan dari masa lalu ke masa kini.
Pengertian tersebut cukup menolong, namun masih terlalu umum untuk dipakai sebagai alat analisa. Tidak terungkap dari pengertian tersebut apa yang diwariskan, sudah berapa lama diwarisi, dengan cara bagaimana, lisan ataukah tulisan. Tentunya kita dapat menerima bahwa Taj Mahal di India, Spinx di Mesir, atau Borobudur di Jawa Tengah adalah monumen-monumen tradisional. Namun tentunya sulit diterima kalau bangunan-bangunan tersebut dikatakan sebagai tradisi. Itu semua adalah produk dari suatu tradisi, tetapi bukan tradisi itu sendiri. Dalam hal ini definisi dalam Ensiklopedi Britanica memberikan pengertian yang lebih jelas, yakni “kumpulan dari kebiasaan, kepercayaan dan berbagai praktek yang menyebabkan lestarinya seuatu bentuk pandangan hidupnya”
Berangkat dari uraian tersebut kiranya cukup jelas bahwa tradisi adalah sesuatu yang diwariskan dari masa lalu ke masa kini berupa non-materi, baik kebiasaan, kepercayaan atau tindakan-tindakan. Semua hal tersebut selalu diberlakukan kembali, tetapi pemberlakuan itu sendiri bukan tradisi karena justru mencakup pola yang membimbing proses pemberlakuan kembali tersebut .
b. Pengertian tradisi disamakan dengan sunna
Dalam bahasa arab kata tradisi biasanya diidentikkan dengan kata sunnah yang secara harfiah berarti jalan, tabi’at, perikehidupan. Hal ini sesuai dengan hadits nabi yang artinya:
“Barang siapa yang mengadakan suatu kebiasaan yang baik, maka bagi orang tua akan mendapat pahala, dan pahala bagi orang yang melaksanakan kebiasaan tersebut.”
Para ulama umumnya mengartikan bahwa yang dimaksud dengan kebiasaan yang baik itu adalah segenap pemikiran dan kreativitas yang dapat membawa manfaat dan kemaslahatan bagi umat. Yang termasuk dalam tradisi tersebut adalah mengadakan peringatan maulid nabi Muhammad SAW, Isra’ Mi’raj, tahun baru hijriyah dan sebagainnya.
Selanjutnya kata sunnah menjadi suatu istilah yang mengacu pada segala sesuatu yang berasal dari Nabi, baik dalam bentuk ucapan, perbuatan maupun ketetapan nabi. Para ulama muhadditsin baik dari kalangan modern (khalaf) maupun kuno (salaf) menyamakan pengertian sunnah tersebut dengan al-hadits, al-akhbar dan al-atsar. Atas dasar pengertian ini kaum orientalis Barat menyebut sebagai kaum tradisionalis kepada setiap orang yang berpegang teguh kepada al-sunnah Rasullullah SAW, bahkan juga kepada mereka yang berpegang teguh kepada Al-Quran.
c. Islam tradisionalis
Merupakan model pemikiran yang berusaha berpegang pada tradisi-tradisi yang telah mapan. Bagi mereka, segala persoalan umat telah diselesaikan secara tuntas oleh para ulama terdahulu. Tugas kita sekarang hanyalah menyatakan kembali atau merujukkan dengannya. Perbedaan kelompok ini dengan fundamentalis terletak pada penerimaannya pada tradisi. Fundamentalis membatasi tradisi yang diterima hanya sampai pada khulafa' al-rasyidin , sedang tradisionalis melebarkan sampai pada salaf al-shalih , sehingga mereka bisa menerima kitab-kitab klasik sebagai bahan rujukannya. Hasan Hanafi pernah mengkritik model pemikiran ini. Yaitu, bahwa tradisionalis akan menggiring pada ekslusifisme, subjektivisme dan diterminisme .Islam trdisionalis selalu bertentangan dengan islam modernis.
2. Sejarah Perkembangan dan pertumbuhan
Berbicara mengenai islam tradisionalis adalah berbicara mengenai kaum salaf. Dalam sejarahnya Islam tradisionalis merupakan hasil cipta rasa dari kaum sunni (aliran sunni atau ahlussunnah). Aliran ini muncul karena peristiwa-peristiwa berikut:
a.) Fitnah pada saat rasuluullah wafat
Ketika Rasulullah Muhammad SAW wafat, maka terjadilah kesalahpahaman antara golongan Muhajirin dan Anshar siapa yang selanjutnya menjadi pemimpin kaum muslimin. Para sahabat melihat hal ini akan mengakibatkan perang saudara antar kaum muslimin muhajirin dan anshor. Setelah masing-masing mengajukan delegasi untuk menentukkan siapa Khalifah pengganti Rasulullah. Akhirnya disepakati oleh kaum muslimin untuk mengangkat Abu Bakar sebagai Khalifah.
b.) Fitnah masa khalifah ke-3
Pada masa kekhalifahan ke-3, Utsman bin Affan, terjadi fitnah yang cukup serius di tubuh Islam pada saat itu, yang mengakibatkan terbunuhnya Khalifah Utsman. Pembunuhnya ialah suatu rombongan delegasi yang didirikan oleh Abdullah bin Saba' dari Mesir yang hendak memberontak kepada Khalifah dan hendak membunuhnya. Abdullah bin Saba' berhasil membangun pemahaman yang sesat untuk mengadu domba umat Islam untuk menghancurkan Islam dari dalam. Kemudian masyarakat banyak saat itu, terutama disponsori oleh para bekas pelaku pembunuhan terhadap Utsman, berhasil membunuh beliau dengan sadis ketika beliau sedang membaca Qur'an.
c.) Fitnah masa khalifah ke-4
Segera setelah bai'at Khalifah Ali mengalami kesulitan bertubi-tubi. Orang-orang yang terpengaruh Abdullah bin Saba' terus menerus mengadu domba para sahabat. Usaha mereka berhasil. Para sahabat salah paham mengenai kasus hukum pembunuhan Utsman. Yang pertama berasal dari janda Rasulullah SAW, Aisyah, yang bersama dengan Thalhah dan Zubair berhasil diadu domba hingga terjadilah Perang Jamal atau Perang Unta. Dan kemudian oleh Muawiyah yang diangkat oleh Utsman sebagai Gubernur di Syam, mengakibatkan terjadinya Perang Shiffin. Melihat banyaknya korban dari kaum muslimin, maka pihak yang berselisih mengadakan ishlah atau perdamaian. Para pemberontak tidak senang dengan adanya perdamaian diantara kaum muslimin. Kemudian terjadi usaha pembangkangan oleh mereka yang pada awalnya berpura-pura / munafik. Merekalah Golongan Khawarij
d.) Tahun jama’ah
Kaum Khawarij ingin merebut kekhalifahan. Tapi terhalang oleh Ali dan Muawiyah, sehingga mereka merencanakan untuk membunuh keduanya. Ibnu Muljam dari Khawarij berhasil membunuh Khalifah Ali pada saat khalifah mengimami shalat subuh di Kufah, tapi tidak terhadap Muawiyah karena dijaga ketat. Bahkan Muawiyah berhasil mengkonsolidasikan diri dan umat Islam, berkat kecakapan politik dan ketegaran kepemimpinannya. Karena belajar oleh berbagai pertumpahan darah, kaum muslim secara pragmatis dan realistis mendukung kekuasaan de facto Muawiyah. Maka tahun itu, tahun 41 Hijriyah, secara khusus disebut tahun persatuan ('am al-jama'ah).
e.) Sunnah madinah
Kaum muslimin mendalami agama berdasarkan Al-Qur'an, dan memperhatikan serta ingin mempertahankan sunnah Nabi di Madinah. Akhirnya ilmu hadits yang berkembang selama beberapa abad, sampai tuntasnya masalah pembukuan hadis sebagai wujud nyata Sunnah pada sekitar akhir abad ke-3 hijriyah. Saat itu, lengkap sudah kodifikasi hadis dan menghasilkan al-Kutub al-Sittah (Buku Yang Enam) yakni oleh al-Bukhari (w. 256 H), Muslim (w. 261 H), Ibnu Majah (w. 273 H), Abu Dawud (w. 275), al-Turmudzi (w. 279 H), dan al-Nasa'i (w. 303 H).
Kemudian masa perkembangan Ahlus-Sunnah pada masa kekuasaan Bani Umayyah masih dalam keadaan mencari bentuk, hal ini dapat dilihat dengan perkembangan empat mazhab yang ada di tubuh Sunni. Abu Hanifah, pendiri Mazhab Hanafi, hidup pada masa perkembangan awal kekuasaan Bani Abbasiyah. Yaitu madzab Hanafi, Maliki, Syafi’i serta Hambali.
Selamjutnya praktek Islam tradisionalis juga dapat dijumpai di India, Mesir, turki, dan juga Indonesia.
3. Ciri-ciri (Corak pemikiraan) Islam tradisionalis
a.) Eksklusif (tertutup) atau fanatik sempit, tidak mau menerima pendapat, pemikiran dan saran dari kelompok lain (terutama dalam bidang agama). Hal ini dikarenakan mereka mengganggap bahwa kelompoknya yang paling benar.
b.) Tidak dapat membedakan antara hal-hal yang bersifat ajaran dengan yang non-ajaran. Dengan ciri demikian, islam tradisionalis mengganggap semua hal yang ada hubungannya dengan agama sebagai ajaran yang harus dipertahankan. Misalnya, tentang ajaran menutup aurat dan alat menutup aurat berupa pakaian. Yang merupakan ajaran adalah menutup aurat, sedangkan alat menutup aurat berupa pakaian dengan berbagai bentuknya adalah bukan ajaran. Jika ajaran tidak dapat diubah, maka yang bersifat non-ajaran dapat dirubah. Kaum islam tradisionalis tidak dapat membedakan antara keduanya, sehingga alat menutup aurat berupa pakaian-pun dianggap ajaran yang tidak dapat dirubah.
c.) Berorientasi kebelakang. Islam tradisionalis menilai bahwa berbagai keputusan hukum yang diambil oleh para ulama di masa lampau merupakan contoh ideal yang harus diikuti. Hal demikian muncul sebagai akibat dari pandangan mereka yang terlampau mengagungkan para ulama masa lampau dengan segala atributnya yang tidak mungkin dikalahkan oleh para ulama atau sarjana yang muncul belakangan.
d.) Cenderung tekstualis-literalis. Cenderung memahami ayat-ayat al-quran secara tekstual tanpa melihat latar belakang serta situasi sosial yang menyebabkan ayat-ayat al-quran tersebut diturunkan, sehingga jangkauan pemakaian suatu ayat sangat terbatas pada kasus-kasus tertentu saja tanpa mampu menghubungkannya dengan situasi lain yang memungkinkan dijangkau oleh ayat tersebut. Sedangkan dengan cirinya yang literalis, islam tradisionalis kurang dapat menangkap pesan atau makna yang terkandung dibelakang ayat. Akibat dari ciri yang demikian itu maka mereka meniru segala macam yang dicontohkan Nabi dan ulama pada masa lampau, seperti cara nabi berpakaian berikut modenya seperti mengenakan jubah, berjanggut, memakai surban, memakan dengan tangan, tidak mau menggunakan produk-produk teknologi modern, cenderung back to nature dan sebagainya.
e.) Cenderung kurang menghargai waktu.
f.) Cenderung tidak mempersalahkan tradisi yang terdapat dalam agama. Pada waktu islam datang ke indonesia, di indonesia sudah terdapat berbagai macam agama dan tradisi yang berkembang dan selanjutnya ikut mewarnai tradisi dan paham keagamaan yang ada. Tradisi yang demikian itu tidak dipermasalahkan yang penting dapat menentramkan hati dan perasaan mereka.
g.) Cenderung lebih mengutamakan perasaan daripada akal pikiran.
h.) Cenderung bersifat jabariyah dan teosentris, yaitu sikap pasrah, patuh dan tunduk pada Tuhan diiringi dengan keyakinan bahwa segala sesuatu jika Tuhan mengizinkan akan terjadi.
i.) Kurang menghargai ilmu pengetahuan dan teknologi modern.
j.) Jumud dan statis. Jumud adalah pikiran dimana tak bisa melihat sesuatu yang ada lebih luas lagi , dengan demikian islam tradisionalis cenderung tidak mau mengikuti perubahan dan mempertahankan apa-apa yang dipandangnya sudah baik sejak dahulu, tanpa mempertanyakannya secara kritis apakah apakah apa-apa yang mereka pertahankan itu masih cukup dan mampu bersaing dengan kekuatan lain.
4. Perkembaangan Islam Tradisionalis di Indonesia
Islam tradisionalis berkembang di Indonesia dalam perkembangannya cenderung mengental dan eksklusif dalam wadah yang biasa dikenal dengan jamaah tabligh. Dan pada pergerakkan nantinya kaum tradisionalis identik dengan kaum atau warga Nahdathul Ulama (NU).
5. Sikap kita terhadap pemikiran islam tradisionalis
Berbicara mengenai sebuah paham tradisionalis, adalah berbicara mengenai doktrin, aliran dan pasti berbicara mengenai fanatisme sempit sebuah golongan. Setelah menelaah dari berbagai referensi akhirnya penulis dapat menyimpulkan bahwa kaum tradisionalis dalam perkembangannya tidaklah kaum yang skeptis, fanatis sempit terhadap pembaharuan serta ilmu teknologi yang berkembang sekarang. Hal ini dapat dilihat dari perkembangan pesantren yang dahulu menjadi simbol agen kaum tradisionalis yang dahulunya hanya mempelajari kitab kuning sekarang ilmu pengetahuan umum telah masuk dalam pesantren.
Dalam konteks pemahaman berdasrkan ciri-ciri yang penulis sebutkan diatas, ciri-ciri tersebut memiliki segi positif dalam konteks pendekataan diri kepada tuhan dan terciptnya lingkungan yang tentram, namun ciri tersebut tidak cukup membuat umat islam mampu bersaing dengan umat lain.
C.) Penutup/Simpulan
Islam tradisionalis memang sebuah permasalahan agama dan tradisi yang jika kita angkat kepermukaan pasri tidak akan ada habisnya dan akan selalu terjadi pro dan kontra antara kaum modernis dengan kaum tradisionalis.
Sunnah dan Tradisi lokal adalah sebuah fenomena pro dan kontra yang menghiasi pemikiran orang Islam sehjak zaman masa lalu. Intinya Dua pihak yang pro-dan kontra tersebut memiliki landasan sendiri-sendiri yang mereka anggap benar dan sesuai dengan Al-Quran, oleh karen itu perbedaan pendapat bukanlah sebuah permasalahan tapi perbedaan pendapat akan jadi sebuah masalah jika tidak saling menghormati satu sama lain.
Daftar Pustaka
http://siafa.wordpress.com/2008/11/11/juhud-dan-jumud/, diakses 18 Oktober 2009.
http://id.shvoong.com/books/dictionary/1840414-pemikiran-islam-kontemporer/, diakses 27 Oktober 2009
http://id.shvoong.com/books/dictionary/1840414-pemikiran-islam-kontemporer/, diakses 27 Oktober 2009
http://id.shvoong.com/law-and-politics/1706865-lahirnya-nu/, diakses 27 Oktober 2009
http://misc.feedfury.com/content/19557569-cak-nur-neo-modernis-atau-neo-tradisionalis.html, diakses 27 Oktober 2009
http://www.nu.or.id/page.php?lang=id&menu=news_view&news_id=8283, diakses 27 Oktober 2009
http://rifqiemaulana.wordpress.com/2009/05/15/gerakan-organisasi-islam-tradisional/, diakses 27 Oktober 2009
http://theologiefacultie.blogspot.com/2009/06/dinamika-pemikiran-islam-di-indonesia.html, diakses 27 Oktober 2009
Nata, Abudin. 2001. Peta keragaman pemikiran indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Pranomo, Bambang. 1998. Islam Faktual antara Tradisi dan Relasi kuasa. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa.
barang siapa yang mengamalkan sesuatu tanpa ada contohnya maka amalannya akan tertolak. segala macam amalan harus di dasari dengan ilmu.
ReplyDeleteilmu dan amal saling berkaitan. perbedaan pasti sealu ada gimana kita mencernatinya saja yah kang,asalkan tetap menjaga Hablun minannas.
postingan yang bermanfaat nih sob...:thumbsup:
oke kang ipin...
ReplyDeleteanak uin bgt.. bis ngambil spdi ma teo logi yo?
ReplyDeletedpt a juga pasti nilainya he he he
ReplyDeletehm.. nambah wawasan nih... selama mereka mengakui ke-Esaan Allah dan Muhammad SAW adalah Rosulullah, mereka adalah saudara kita..
ReplyDeleteyups, betul sekali. tahlilan adalah salah satu contoh asimilasi yang dilakukan oleh para wali dalam mengembangkan agama isla di tanah jawa
ReplyDeletewalaupun begitu para wali sudah berjasa mengIslamkan mayoritas bangsa ini, tinggal dipoles dikit akidahnya supaya lurus bener
ReplyDeletedpt a juga pasti nilainya he he he
ReplyDeletebarang siapa yang mengamalkan sesuatu tanpa ada contohnya maka amalannya akan tertolak. segala macam amalan harus di dasari dengan ilmu.
ReplyDeleteilmu dan amal saling berkaitan. perbedaan pasti sealu ada gimana kita mencernatinya saja yah kang,asalkan tetap menjaga Hablun minannas.
postingan yang bermanfaat nih sob...:thumbsup:
Asslm.. Kang... KOk jdi Mlorot gt Tante Alexany?? Tp PR ttep ampuh!!! 4! Dambaan tiap bloger..., hehehe
ReplyDeleteNice....!!! Cpetan LULUS!!!!